Article Detail
“Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.” Bersikap masa bodoh sesungguhnya menghasilkan sesuatu yang besar
Pertama baca judul buku ini terbersit rasa penasaran. Apa yang hendak penulis sampaikan pada para pembaca buku ini? Pola pikir apa yang ingin digiring penulis utuk merubah pola pikir pembaca?. Penekanan pada kata “Bodo Amat” memicu kita untuk berpikir apakah kita diminta bersikap cuek dan tidak peduli. Ternyata bukan itu yang dimaksud.
Ada 4 hal yang ditekankan dalam buku ini yang mengajak kita untuk berpikir kembali apakah bersikap bodo amat perlu kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Yang pertama adalah Jangan berusaha! Kita disuruh untuk tidak usah berusaha. Nggak usah niat-niat banget, bahasa halusnya. Berusaha itu malah memberi penekanan pada kekurangan. Berusaha itu orientasinya ke hasil. Sementara tidak berusaha, fokus pada menikmati prosesnya. Banyak yang sukses, malah berangkat dari ke-i-seng-an katanya. Termasuk Mark Manson (penulis buku ini), menjadi penulis kondang mungkin juga tak pernah ia rencanakan. Tapi malah jadi. Nah, ternyata memang benar juga. Banyak keinginan yang “terlalu ingin” justru malah jadi susah payah untuk mengejarnya. Kayak misalnya uang, uang itu semakin dikejar semakin berlari atau semakin menjauh.
Yang kedua, Hukum Kebalikan! Hukum ini berasal dari seorang ilmuwan bernama Alan Watts. Alan berkata: “Semakin kuat Anda berusaha merasa baik setiap saat, Anda akan merasa tidak puas karena mengejar sesuatu hanya akan meneguhkan fakta bahwa pertama-tama Anda tidak baik.”. Alasan menarik hukum ini, adalah mengapa sesuatu disebut terbalik. Yaitu Bersikap masa bodoh sesungguhnya menghasilkan sesuatu yang besar. Santai tapi serius, istilahnya. Pelan-pelan, tapi powerfull. Satu-satu, tapi terprogress targetnya.
Yang ketiga, Untuk mencapai kebahagiaan cobalah untuk memecahkan suatu masalah. Karena kebahagiaan itu berasal dari memecahkan masalah. Apapun masalahnya, konsep pemecahannya selalu sama. Jadi kunci bahagia menurut Mark Manson adalah menyelesaikan masalah. Bukan menghindari, atau malah lari. Tapi menghadapi dengan penuh tanggung jawab dan berani serta yakin masalah tersebut akan selesai.
Yang terakhir adalah Kebahagiaan Itu Masalah. Menurut Mark, apapun yang membuat kita bahagia hari ini tidak akan membuat kita bahagia lagi esok hari, karena sistem biologis kita selalu membutuhkan sesuatu yang lebih. Fiksasi terhadap kebahagiaan akan meminta kita untuk tiada habisnya mengejar sesuatu yang lain. Misalkan, rumah baru, hubungan baru, tambah momongan, kenaikan gaji, kenaikan jabatan,dsb. Tak peduli seberapa keras jerih payah yang kita keluarkan, kita akan menemui semacam perasaan menakutkan yang serupa saat memulai semua ini yaitu sebuah perasaan Tidak Cukup!. Psikolog sering menyebut itu dengan istilah Treadmill Hedonis. Kondisi hidup dimana ketika penghasilan naik, maka gaya hidup juga ikut naik. Jadi, itulah kenapa kebahagiaan itu adalah masalah. Bagaimanapun menurut Mark kalau ingin bahagia justru kita harus sederhana. Kebalikan dari apa yang orang lain kejar sebagai tolok ukur kebahagiaan umum setiap orang.
Bahagia kalau kaya, punya rumah mewah, mobil yang mahal, gaya hidup yang bergengsi, jabatan bagus, dll. Yang itu semua tidak membawa kebahagiaan namun kecemasan dan tidak pernah merasa puas didalam diri. Itulah ke4 hal yang ingin disampaikan oleh penulis. Setujukah anda dengan pendapatnya?.
Medio September
Suzy Yulia Charlotte
Edited by AP
-
there are no comments yet