Article Detail

Filosofi Teras: Menemukan Keseimbangan dan Kebahagiaan dalam Ajaran Filsafat Stoa oleh Henry Manampiring

FILOSOFI TERAS

 Sebuah buku yang ditulis oleh : Henry Manampiring


Filosofi Teras adalah sebuah buku yang berisikan ajaran filsafat Stoa. Buku ini awalnya menceritakan tentang sebuah survei kekhawatiran nasional yang semakin masif sekaligus menyajikan tentang sekilas kehidupan si penulis yang dipenuhi oleh emosi negatif yang berlebihan. Lalu, lebih dari 2000 tahun yang lalu sebuah mazhab filsafat menemukan akar masalah dan solusi dari banyaknya emosi negatif. Ya, Stoisisme atau filsafat Stoa, namun penulis lebih memperkenalkannya dengan “Filosofi Teras“

Apa itu filsafat toa? Filsafat Stoa adalah nama dari sebuah aliran filsafat Yunani yang diciptakan oleh Zeno. Sedangkan pengertian Stoa adalah tempat favorit Zeno dalam mengajar filosofinya kepada muridnya (kaum Stoa) sehingga nama filsafatnya disebut dengan stoisisme. Alasan penulis memberi judul Filosofi Teras karena terdapat banyak orang yang sulit menyebutkan "stoisisme" sehingga menggunakan terjemahan dari kata stoa, yaitu teras.

Ajaran filsafat Stoa yang terdapat pada buku Filosofi Teras bertujuan agar pembaca mampu hidup dengan tentram dengan cara bebas dari emosi negatif, seperti sedih, marah, cemburu, curiga, baper dan lain-lain. Selain itu, tujuan filsafat Stoa lainnya adalah agar para pembacanya dalam menjalani kehidupan untuk dapat mengasah kebajikan. Ada 4 kebajikan filsafat Stoa yang utama, yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan menahan diri.

Banyak manfaat membaca buku Filosofi Teras. Terdapat salah satu bab tentang ajaran belajar Filosofi Teras yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca yaitu ajaran dikotomi kendali. Apa itu dikotomi kendali? Dikotomi kendali adalah sebuah ajaran yang menjelaskan bahwa dalam hidup ada hal yang dapat kita kendalikan dan ada yang tidak dapat kita kendalikan. Jika hidup hanya berfokus pada apa yang dapat kita kendalikan maka kita akan bahagia.

Dalam pandangan filsafat Stoa, definisi bahagia adalah ketika kita hidup bebas dari emosi negatif, bukan saat banyak memiliki emosi positif. Dengan adanya emosi negatif yang terus bersarang pada diri manusia maka bisa menyebabkan timbul rasa khawatir dan cemas yang berlebihan. Timbulnya rasa khawatir biasanya disebabkan oleh opini yang tidak rasional maupun opini dari orang lain. Padahal, opini orang lain adalah salah satu hal yang tidak dapat kita kendalikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mulai bisa menerima hal-hal yang bukan dalam kendali kita agar dapat mengurangi rasa cemas sehingga tidak menyebabkan stress. Buku filosofi teras yaitu ajaran filsafat, tetapi gaya bahasa filosofi teras yang digunakan oleh penulis terkesan santai dan tidak memberatkan pembaca karena disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Ilustrasi filosofi teras yang ditampilkan juga sangat menarik. Selain itu, isi buku filosofi teras ini juga didapatkan dari data survei, psikiatri, bahkan wawancara dengan praktisi media sosial. Dengan begitu buku ini berisikan hal-hal yang memang dialami oleh generasi milenial saat ini. Tak hanya secara teoritis, penulis juga menyajikannya secara praktis dengan contoh-contoh yang relevan dengan kejadian di kehidupan nyata sehari-hari. Sehingga dengan mempelajari filosofi teras, pembaca bisa menjalani hidup dengan lebih fokus pada dirinya sendiri. Bagaimana mereka bisa mencapai kebahagiaan, keseimbangan dan kebijaksanaan.

Secara keseluruhan, buku Filosofi Teras merupakan bacaan yang menarik dan inspiratif. Dari buku ini terkhusus anak muda bisa mempelajari hakikat menjalani kehidupan dengan fokus dan tenang secara. Buku ini juga jadi bukti bahwa belajar filsafat bisa dilakukan secara praktis dan menyenangkan.

Berikut beberapa quotes atau kutipan inspiratif dari buku Filosofi Teras.

  1. “ Manusia tidak memiliki kuasa untuk memiliki apapun yang dia mau, tetapi dia memiliki kuasa untuk tidak mengingini apa yang dia belum miliki, dan dengan gembira memaksimalkan apa yang dia terima."

  2. "Di sinilah pentingnya memahami bahwa "kendali" bukan hanya soal kemampuan kita "memperoleh", tetapi juga "mempertahankan."

  3. "Kenyataannya, kekayaan, ketenaran, dan kesehatan memang bisa diusahakan untuk dimiliki, tetapi apakah kita yakin bisa sepenuhnya mempertahankannya?"

  4. “Kamu tidak bisa dihina orang lain, kecuali kamu sendiri yang pertama-tama menghina diri sendiri.”

  5.  "It's not things that trouble us, but our judgment about things. (Epictetus)"

  6. "Artikel "The Problem With Positive Thinking"menyebutkan bahwa positive thinking justru sering menghambat kita. Beberapa eksperimen menunjukkan, mereka yang menerapkan positive thinking dalam berusaha mencapai tujuannya sering kali memperoleh hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak."

  7.  "Positive Thinking menipu pikiran kita. ...sekadar menyuruh orang berpikir realistis saja juga tidak memberikan hasil yang baik."

  8. "Dari pengalamannya, Frankl menyimpulkan bahwa di dalam situasi paling menyakitkan dan tidak manusiawi, hidup masih bisa memiliki makna, dan karenanya, penderitaan pun dapat bermakna (meaningful)."

  9.  "Kita tidak bisa memilih situasi kita, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap (attitude) kita atas situasi yang sedang dialami."

  10. “Tidak ada peristiwa yang betul-betul “kebetulan.”

  11. "Jangan biarkan peristiwa yang ada [di depanmu] menggoyahkan dirimu. Katakanlah [pada peristiwa/kejadian itu], "Tunggu dulu; biarkan saya memeriksamu sungguh-sungguh. Saya akan mengujimu terlebih dahulu."\

  12. "Sesungguhnya balas dendam terbaik adalah dengan tidak berubah menjadi seperti sang pelaku."

  13.  "Positive thinking "menipu" pikiran kita, beranggapan seolah-olah kita sudah mencapai apa yang kita inginkan, sehingga melemahkan keuletan kita dalam berusaha mencapainya."

  14. "Namun, sebaliknya, sekadar menyuruh orang berpikir realistis saja juga tidak memberikan hasil yang lebih baik."

  15.  "... Hidup dengan emosi negatif yang terkendali..."

  16.  "We suffer more in imagination than reality."

  17.  "Percuma kalau kita menjadi bijak dan tahu segala hal, tetapi memutus hubungan dengan sesamanya."

  18.  "Percuma juga kita aktif secara sosial, tetapi tidak menggunakan nalar, dan bahkan sampai dikuasai emosi negatif, seperti marah, dengki dan iri hati."

  19. "Penggunaan nalar dalam hidup sosial berjalan beriringan. Kita semua tahu bahwa hidup dengan orang lain pada kenyataannya memang tidak mudah."

  20.  "Setiap hari kita akan berhadapan dengan perilaku orang lain yang menjengkelkan. Para filsuf Stoa menyadari sepenuhnya hal itu."

Demikian review singkat buku FIlosofi Teras. Gimana tertarik membacanya?


Disampaikan oleh :

Theresia Retno Kurniasih, S.Pd

HSG SMP Tarakanita GS ( 9 Desember 2023 )


Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment