Article Detail

Tanggung Jawab di Balik Lensa

Tanggung Jawab di Balik Lensa

Ya. Ini aku, Fey. Lagi. Kembali dengan satu lagi cerita unik. Tapi aku tidak akan membuang waktumu lagi, jadi ayo langsung saja kita mulai.

 Aku adalah seorang anggota dari tim dokumentasi OSIS Ardevia SMP Tarakanita Gading Serpong. Jadi, ketika MPLS 2024/2025 berlangsung, tentu saja aku bertugas. Aku di sana bersama dua orang anggota lain dari tim dokumentasi; Lilo dan Tesia. Harusnya tiga orang, namun Guido sedang berada di suatu tempat di Australia saat itu. Aku benar-benar senang, karena itu adalah pertama kalinya aku dokumentasi di semester ini.

 Aku tidak memiliki kamera sendiri, jadi aku memutuskan untuk meminjam ponsel Cia. Memang selalu begitu, karena seperti apa yang kita ketahui, ponsel dengan gambar apel tergigit di bagian belakangnya dianggap memiliki fitur kamera yang terbaik. Aku benar-benar berterimakasih karena Cia mau berbaik hati meminjamkannya. Aku hanya membawa sebuah tripod dan powerbank mini dari rumah untuk ponsel Cia. Lalu, setelah foto dan videonya diambil, mereka akan dikirim ke ponselku melalui Telegram.

 Selama MPLS berlangsung, semuanya berjalan lancar. Aku berhasil mendokumentasikan kegiatan-kegiatan selama 3 hari MPLS dengan baik. Banyak hal-hal unik dari para siswa kelas 7 yang tertangkap jelas di kamera. Saat itu, aku berniat untuk mengirimkan file foto dan video melalui telegram sepulang sekolah di hari ketiga MPLS. Padahal sebenarnya aku bisa langsung mengirim file foto dan video setiap harinya setelah kegiatan MPLS selesai.   Alhasil, karena pada hari ketiga aku terlalu sibuk melakukan hal lain dan dijemput lebih cepat, aku tidak jadi mengirim filenya dari ponsel Cia.

 “Ah, besok kan hari Jumat. Mungkin bisa kulakukan besok setelah Misa” pikirku di rumah saat itu. Namun ternyata tidak sempat juga.

 Jumat sepulang sekolah, aku terus memikirkan tentang nasib foto-foto tersebut. Aku pun meminta tolong Cia untuk mengirimkannya padaku melalui Telegram. Tentu saja dia mau, namun aku merasa tidak enak merepotkannya. Dari hari Jumat hingga Minggu, Cia terus berusaha mengirimkannya lewat Telegram. Aplikasi Telegram yang sedang down memperparah keadaan. Dia sedang berlibur di akhir pekan itu, jadi jaringan internetnya tidak terlalu bagus. Karena itu juga, Cia pun tidak selalu aktif di Whatsapp ketika aku mencoba menghubunginya. Itu sebenarnya wajar saja, aku telah mengganggu waktunya.

 Aku benar-benar merasa gelisah saat itu. Tim dokumentasi sudah membuat komitmen untuk menyelesaikan link drive dalam kurun waktu tidak lebih dari empat hari. Lilo dan Tesia sudah mulai memindahkan file dari kamera ke laptop, lalu ke drive. Sedangkan kedua mataku bahkan belum melihat semua hasil fotonya sendiri. Ditambah lagi aku harus mengganggu Cia ketika dia liburan.

Setelah sekian lama menunggu, foto dan videonya akhirnya sampai kepadaku pada Minggu. Tidak semuanya dikirim melalui Telegram, sebagian dikirim melalui Whatsapp. Namun aku merasa sangat lega karena akhirnya berhasil terkirim. Aku benar-benar merasa berterimakasih kepada Cia. Aku juga meminta maaf padanya karena telah merepotkan dan mengganggu.

 Keesokan harinya, aku langsung berusaha menyelesaikan pemindahan file dari ponselku ke laptop, lalu ke drive dalam semalam. Link drive-nya pun selesai larut malam hari itu. Aku merasa sangat lega setelah mengirimnya ke grup Info OSIS. Bagaimanapun, setelah aku ingat-ingat ternyata ada beberapa foto yang tidak terkirim padaku. Hanya sedikit, namun tetap saja berarti. Aku menyesal sebagian kecil foto tidak masuk ke drive, namun mungkin itu menjadi  sebuah pelajaran bagiku.

 

Dari insiden ini, aku belajar bahwa kedisiplinan adalah kunci. Karena tidak langsung mengirim, aku merepotkan temanku - juga membuat mereka menunggu. Sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa setiap kali selesai mendokumentasi, aku akan langsung mengirimkan filenya, dan bukan menunda-nunda.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment